Mata Angin

Kemarin sore, Mam dan Pap mengunjungi kamar mungilku di salah satu sudut ibukota Jakarta. Mam dan Pap rela bersempit-sempitan di kamar mungilku demi menjenguk gadisnya yang sedang berada di perantauan. Kami bertiga melakukan banyak hal, kami membahas banyak hal mulai dari hal-hal yang serius hingga hal-hal lucu yang tidak penting namun mampu mengocok perut kami. Tentang masa lalu, tentang masa kini dan bagaimana kami di masa depan. Mam dan Pap bertanya, bercerita, tertawa, bertanya, bercerita, bercanda, tertawa, bercerita, melamunkan sesuatu, bertanya dan begitu berulang-ulang hingga larut malam.
Suatu waktu Mam mengenang betapa lucunya aku saat aku masih balita yang bermata sipit seperti Cicih-Cicih dari China dan betapa tidak lucunya aku sekarang, duuuh Maaam. Dan katanya lagi saking lucunya sampai-sampai aku sering dipinjam tetangga agar diperbolehkan mengajak aku main dirumahnya. Wah...
Pap lain lagi, dia mengeluhkan saat kecil aku selalu minta digendong saat diajak jalan-jalan, meski Pap jelaskan bahwa punggung Pap sakit, mana pahamlah aku tentang penderitaan Pap di usia sekecil itu, pastilah pertarungan dimenangkan olehku, iba, katanya, setiap kali aku merengek meminta digendong.

Percakapan bergulir kemana-mana, sampai akhirnya entah apa yang kami bicarakan tiba-tiba diketahui lah bahwa aku tidak bisa membaca arah mata angin. Mam dan Pap protes mengapa sudah sebesar ini tidak bisa menunjuk arah mata angin, anak TK saja bisa lah.

Aku tidak mau kalah, aku bilang dulu kala waktu SD ibu gurunya hanya mengenalkan nama-nama mata anginnya saja, tanpa diberikan clue bahwa ini lho kalau barat itu sebelah sana, patokannya ini, itu lho kalau timur itu sebelah situ patokannya itu. Aku hafal kok lagunya, timuur tenggara selatan barat daya barat barat laut utara timur laut, yakan yakan yakan?
Mam dan Pap ber-ckckckck ria berbarengan sambil geleng-geleng kepala, aku semakin tersudut.

Maka proses transfer ilmu pun dimulai, Mam menjelaskan cara termudah adalah melihat matahari yang selalu terbit dari ufuk timur dan tenggelam di barat. Pap bilang cara lain yang lebih mudah adalah arah kiblat kita adalah barat. Setelah diketahui salah satu letak mata anginnya maka kita bisa menemukan mata angin yang lainnya.

Mam bilang kalau kita melihat matahari terbit di ufuk timur maka selatan akan selalu berada di kiri kita dan utara di kanan kita maka barat tentunya di belakang kita. Paham?!

Pap bilang  kalau kita mengetahui arah kiblat yang artinya itu adalah arah barat maka katakanlah SBUT, selatan barat utara timur, searah jarum jam, selatan akan berada di kiri selanjutnya barat kemudian utara di kanan kita dan timur ada di belakang kita. Paham !?

Oalaaah mudah ternyataaaaa :D
Hayo bagaimana dengan kalian, sudah tahu kah? Atau jangan-jangan sama saja denganku yang terlambat tahu :P

Percakapan diakhiri dengan anggukan kepalaku mengisyaratkan aku paham sambil menggumam, tiada kata terlambat untuk berpengetahuan :)





*sebagian besar gambar diambil dari www.google.com


Komentar