Dari Jakarta, hingga Jakarta

Assalamualaikum...

Setelah sebelas bulan lebih berada di jakarta tanpa pulang ke tempat mamah berada di Cianjur sana, diri ini merindukan udara disana, hiruk pikuknya, manusianya, tradisinya, hingga suatu hari tepatnya hari kamis tanggal 13 Januari 2011 menghantarkan saya pulang ke kampung halaman tercinta, tidak saya direncanakan sebelumnya, tapi Allah sudah mentakdirkannya. Puji Syukur tak hentinya saya panjatkan pada-Nya mengiringi Rihlah menuju Cianjur Sugih Mukti tur Islami.

Perjalanan jakarta-cianjur yang seharusnya memakan waktu 4 jam, terasa seperti 4 menit saja, meski dalam benak saya, ingin rasanya lebih lama lagi menikmati setiap inci perjalanan, bahkan jika memungkinkan, saya ingin memprotes pengemudi bus, agar berjalan 10km/jam saja, hihihihi, kapan sampainya? Masya Allah, ada-ada saja.

Bukan, sama sekali saya bukan bermaksud mencaci Ibu Kota Negara Indonesia kita ini, tapi kecintaan saya terhadap Cianjur begitu membengkak ketika saya telah lama meninggalkannya, ah begitu ya manusia, baru merasa sedih ketika sudah kehilangan, jarang mensyukuri apa yang ada di hadapannya. Sudah hilang barulah tau rasa, hihihi.

Terus terang, saya cukup muak hidup di Jakarta, banyak pertimbangan hingga saya berkata demikian. Ya, saya tau, lain saya, lain pula anda... Alasan saya memang tidak masuk akal, sepihak karena mencatat keburukan-keburukannya saja tentang Jakarta, tentang debunya, sampahnya, banjirnya, macetnya, sungai nya yang berwarna hitam jelaga, tikusnya yang sebesar kucing, sehingga jarang ditemukan kasus pembunuhan tikus oleh kucing, yang ada malah kucingnya yang lari kocar-kacir lihat tikusnya yang overweight.

Ini memang telah menjadi cerita lama dan sering digunakan sebagai alasan kuno mengapa tak menyukai Jakarta, termasuk saya, hihihi (Gak ada alasan lain apa)

Kembali ke Cianjur,
Setelah sampai, Alhamdulillah, pemandangan yang menyejukkan mata melihat sebagian besar perempuan menutup rapi auratnya, anggun dan indah...
Tak sabar rasanya bertemu Mamah, maklumlah, saya tidak bisa seenaknya pulang setiap minggu, seperti kawan saya pada umumnya, padahal jaraknya tidaklah jauh, hanya beberapa centimeter saja jika dilihat di peta... tetapi di Jakarta, terdapat segudang tanggung jawab yang harus saya penuhi.




Tiba dirumah, saya diberondong dengan peluk dan cium hangat oleh Mamah.
Tingkah manja saya kambuh, di hadapan Mamah, saya bercerita tentang Ibu Kota yang ternyata lebih kejam daripada Ibu Tiri... Sesekali Mamah tersenyum, tetapi tetap serius dan semangat mendengar ocehan 'gak jelas' saya.



Mah, kenapa orang-orang harus percaya pada Jakarta ?
Termasuk kita Mah, kenapa saya harus ke Jakarta ?

Mamah bilang, saya hanya terlalu mendramatisir, kemakan omongan orang-orang yang turut mencaci Jakarta, bukan karena ia percaya pada Jakarta, tetapi ia hanya percaya pada saya, bahwa saya bisa hidup dimana saja, dengan tantangan apa saja, dengan udara apa saja, dengan siapa saja, dengan cara apa saja, dengan apa saja, ya dengan apa saja asalkan selalu melakukan hal yang benar, tidak keluar dari koridor agama, Mamah sudah ajarkan itu semua, mamah juga bilang, bahwa saya sudah tau mana yang baik dan buruk bagi diri saya sendiri, Mamah meyakinkan bahwa saya mampu hidup di Jakarta. Bukan hanya di Jakarta...



3 malam di Cianjur, seolah memberi saya kekuatan lagi...
Nasihat-nasihat singkat dari Mamah, Nasihat singkat dari Alamnya, nasihat dari Sang Pencipta Cianjur, bertumpuk dalam hati, menggebu untuk segera berevolusi memenuhi Resolusi 2011, yang sempat terlupakan karena terlalu 'asik' mencaci Jakarta.

Komentar

  1. Memang, tak ada yang lebih indah selain kampung kelahiran kita. Jakarta sebagai pusat beredarnya keuangan negara sebaiknya sejak sekarang dilepas status keibukotaannya, karena hal tersebut malah membuat masalah yang enjelimet. Contoh saja Australia dengan Ibu Kota Canberra tapi pusat ekonomi di Sydney, juga USA dengan pusat bisnis New York dan pusat negara Washington DC.

    BalasHapus
  2. liat fotonya jadi kangen sama indonesia neng, pengen cepet pulang.maklum disini ga ada angkot yang model kaya gitu. hanya ada di indonesia. :)

    BalasHapus
  3. si teh asti mah aku gk d ceritain :P

    BalasHapus
  4. "jarang mensyukuri apa yang ada di hadapannya. Sudah hilang barulah tau rasa, hihihi"

    suatu pernyataan yang saya alami sekarang,

    ketika tumbuh besar di cianjur, kuliah di bandung, kerja di banjarmasin, lampung, bengkulu, palembang, jakarta, bali, surabaya.. saya kurang bersyukur sering saya ngeluh..

    sekarang saya bekerja di sumatra bagian utara, baru kerasa...

    miss my home & town

    BalasHapus
  5. Terimakasih untuk semua yang menyempatkan diri mengisi testimonialnya, semoga masuk surga, hehehe, amiiin :)


    @zal_sundara : waw, berat bahasannya, hihihi

    @lashdgihaeiorhgnhakdjfgkhklajdfhkgklahdkjfgkjanhkldfjhgkhlakjdfhkghkaf : haha, cepet pulang makanya

    @varin : gak pentingggg :P

    @vacations yuks! : what a nice way, keep on fight :)

    BalasHapus

Posting Komentar