On the way...

"...next stop, UNJ Shelter, check your belongings and step carefully..."







Transjakarta yang saya tumpangi meluncur dari Halte Sunan Giri.
Rencana awal saya ingin berkelana dengan menggunakan wahana yang satu ini, karena hanya dengan membayar Rp3500 saya bisa meng-ubek-ubek isi Jekardah [baca : Jakarta] yang ternyata tidak selebar daun kelor. Sempit !

Ini pertama kalinya lagi saya menumpangi transjakarta, karena biasanya saya bepergian menggunakan sepeda motor kesayangan saya Si Uprit.

Sehari sebelumnya [ Jum'at 6 Mei 2011 ] saya kefikiran banget sampai kebawa mimpi pengen ke Taman Mini Indonesia Indah, seumur-umur terakhir kesana yaitu pas waktu usia saya 3 tahun, masih imut-imut gitu kan yaa... Dan saya tidak cukup pintar untuk mengingat apa saja yang saya lihat di TMII waktu itu. Dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan (Lho...?)

Yaa, dan oleh sebab itu saya merasa harus, kudu, mesti, wajib bertandang ke tempat tersebut. Masa iya saya sudah hampir satu tahun tinggal di Jakarta, ke Taman Mini aja belum pernah. Karunya teuing ! (Basa Sunda artinya : Kasihan Banget)



Nah alasan kuat ini mendorong saya untuk memulai perjalanan menuju TMII. [ Sabtu 7 Mei 2011 ]

Saya bergerilya via sms mengajak teman-teman yang mau nemenin saya ke TMII. Penolakan demi penolakan harus saya terima dengan lapang dada.

"... ngapain lo mau ke TMII, disana tuh ga rame, apaan coba yang mau diliat disono..."

"disana tuh panas banget tau ga sih..."


Dan berbagai macam penyangkalan saya terima, meski sudah mengerahkan seluruh jiwa raga, memelas bablas sama mereka, tetep aja gak ada satupun yang mau diajakin. Haha, mentang-mentang orang Jakarta.

Kepalang ngebet banget ke TMII apa daya tangan tak sampai, saya punya inisiatif pengen lewat aja ke depan TMII, mengobati hati yang tengah terluka, ya masuknya sih next time aja. Hahaha... Soalnya masa iya sih masuk sendirian seperti anak hilang, tidak ada teman yang bisa disuruh foto-in saya dong. Ah, mana bisa begitu !

Tak terasa lamunan membawa saya tiba di halte pemberhentian terakhir, Halte Dukuh Atas 2. Tadinya saya mau bertanya bagaimana caranya dari halte ini saya bisa ke halte TMII, tapi berhubung tidak ada satu petugas pun yang ada disekitar koridor saya urungkan niat, serta melihat situasi kondisi yang tidak kondusif dengan antrian manusia yang meng-ular, maka saya putuskan menaiki transjakarta yang kosong walau bukan menuju halte TMII. Sejauh mata memandang hanya jurusan Ragunan yang kosong melompong, hopp, saya naik transjakarta menuju Ragunan. Saya fikir nanti bisa balik ke Halte Sunan Giri dengan tiket terusan ini. Jreng-jreng, tiba di Halte Ragunan, untuk kembali naik transjakarta harus menghadapi mbak-mbak karcis dulu, terpaksa saya merogoh kocek Rp3500 lagi, jadi total cost nya Rp7000 demi menghabisi rasa penasaran akan TMII. Ternyata Shelter Ragunan itu yang terakhir, mentok, tok, gak bisa terusan lagi. Hikz Hikz...




Meski dalam hati ngedumel, tetep saya bayarin demi keselamatan saya lah. Selama perjalanan kembali dari Halte Ragunan itu, banyak wajah-wajah manusia dengan beragam ekspresinya, ini tuh keren banget, lebih keren daripada sekedar nonton sinetron yang dengan episode nan tak tertanggungkan jumlahnya.

Ada yang cape, ada yang tidur, ada yang senyum-senyum, ada yang senam jempol [sms-an], ada anak kecil nangis, ada yang gelantungan, ada yang kejedot kaca, ada yang kejepit pintu transjakarta, ada yang goyang-goyang pas jalanan berlubang, ada yang miring-miring ke kanan, terus ke kiri, dan masih banyaaak lagi.

Satu hal yang paling bikin terkesima, adalah pemandangan menakjubkan seorang ayah yang sangat sangat sangat perhatian sama anaknya. Dia rela berdiri sementara anaknya yang masih batita tidak mau duduk digendong, lucu banget jadinya batita sekecil itu pengen nya duduk sendirian aja. Sang ayah? Wah, sama sekali gak marah, malah nampak senang dan bahagia sekali, haha.

Berarti dulu saya pun begitu ya, dipangku sama ayah kalau lagi jalan-jalan, padahal baru cape sedikit. Tega juga ya saya waktu itu.

Hmm, betapa besarnya deh kasih sayang mereka.




Sampai ketika saya sudah berada di halte semula, bergegas mengejar mata kuliah kewarganegaraan.

Alhamdulillah inda terlambat, yang terlambat itu makan, saya baru sadar, saya baru makan sekali tadi pagi, dan imbasnya, lambung saya yang memang mempunyai maag, berdendang ria, berontak menggerogoti dinding-dinding lambung saya.

Akhirnya bertemu makanan jam 5 sore, ketoprak depan SD 09 Petang. Bersama sahabat tercinta saya Nuriba die Maria. Hujan mengiringi acara makan sore kami, sangat deras.

Dan setelah makanan kami habisi, kami masih harus menunggu hujan nya aman sebelum beranjak pulang.

Selama dalam masa penantian, kepala saya seperti diputar-putar, semua yang saya lihat berputar-putar, pusing sekali rasanya. Saya sudah menduga, ini akibat dari terlambat makan.

Tidak lagi-lagi deh saya mengabaikan waktu makan.

Dengan membawa kepala yang berputar-putar saya terpaksa mengendarai Si Uprit dengan kecepatan rendah. Alhamdulillah tiba dengan selamat di rumah...

Bruk,

Ambruk deh badan lemes banget, keringat dingin membanjiri [lebay]

Cobaan nan tak tertanggungkan !

Saya membenamkan diri di kasur, setelah dicekoki 2 butir obat.

Hingga saat tulisan ini berakhir, tepat pukul 11.54

saya sedang berusaha pergi ke alam mimpi.


Good night and salaamun 'alayk

Komentar