Panggilan yang lebih penting dari sekedar Ujian Nasional

Suasana kampus SMA Negeri 2011 Cianjur terasa begitu khidmat, inilah beberapa kegiatan rutinan yang akan diadakan menjelang Ujian Nasional, biasanya berupa istigosah, upacara bendera terakhir, dan perekaman kegiatan pra-ujian. Selalu menjadi memori tersendiri ketika Ujian Nasional di depan mata, berbagai ritual aneh bin nyeleneh seringkali mengelitik. Sejatinya, setiap orang memiliki ciri khas nya masing-masing, seperti tingkah siswa siswi SMA Negeri 2011 Cianjur ini ketika menjelang Ujian Nasional, ada yang mendadak religius, ada yang stay cool, ada yang sersan alias serius tapi santai, ada yang merasa tidak akan terjadi apa-apa, ada yang stress hingga bermalam di rumah sakit, ada yang serius, ada yang sedih, ada yang acuh tak acuh, ada yang sibuk mbaca, ada yang belajar sistem kebut semalam, ada yang olahraga, ada yang baca novel, ada yang pasrah, ada yang belajar 2x24 jam (maklum anak Pak RT) dan masih banyak lagi...

Adalah Vina, termasuk golongan yang ‘sersan’ alias serius tapi santai, terkadang ia berfikir kenapa guru-guru nya begitu melebih-lebihkan Ujian Nasional, hingga terasa begitu menyeramkan, bukankah sejak SD pun kita telah terbiasa menghadapi Ujian Nasional semacam ini. Alhasil tercipta lah makhluk semacam Adit yang akhir-akhir ini raut wajahnya stress tidak jelas, pucat pasi. Apalagi tatkala mendengar suara Bu Paulin menggebu-gebu.

“Ingat, UN telah di depan mata, masa depan kalian ditentukan oleh tangan kalian sendiri, kalian tau berapa nilai standar UN tahun ini? 4,25 ingat? Kalian harus berusaha semaksimal mungkin...”

Vina merasa, “lho masa depan kita kan ada di tangan Tuhan, bukan ditentukan oleh Ujian Nasional. Ayolah tak perlu merasa berlebihan, ketika diri telah dibekali ilmu dan do’a pasti semua akan berjalan lancar” gumamnya.

“Eh vin, kok melamun sih?” tukas Aliya.

“Eng, kamu Al... iya nih sedang menikmati suasana sekolah kita ini, aku pasti merindukannya...” jawab Vina.

“Hmm, benar juga yah, ini menjadi saat-saat terakhir kita disini Vina...”

“Hihihi, saat-saat terakhir, kayak mau kemana aja kamu Al...”

“Yee, serius dong, aku kan mau pergi jauuuh sekali Vin, mengejar mimpi, kuliah di Paris, yuhuuu, keren kan?”




Lonceng berbunyi mengehentikan aktivitas mereka di taman, Vina mengernyitkan dahi tanda tak terima diganggu oleh Lonceng yang memaksa mereka untuk masuk kelas, duduk manis dan mengikuti pelajaran selanjutnya.










***
Sebuah sms masuk ketika Vina baru saja merebahkan diri di kamarnya.

Haluu, tmen2, bsok adalah upacara terakhir buat kita, jangan lupa bawa tissue yang banyak yah, kita pasti pada banjir deh...
From : Aliya at 16.13 pm

Iya deh non, segitunya sih km, lebay deh, hihihi
Message was sent to : Aliya at 16.15 pm

Vina merebahkan diri lagi, dengan tumpukan buku pembahasan ujian nasional hingga menutupi wajahnya, ‘pulau kapuk’ terlanjur membawanya terbang ke alam mimpi, sebelum akhirnya Mama mengetuk pintu kamar Vina berkali-kali, membuyarkan mimpi.

“Vina, vin bangun, sudah pukul 4 subuh... aduh anak ini tidurnya udah kayak orang mati aja...”
Pada ketukan pintu yang ke-7 lah Vina berhasil membuka matanya.

“Astaghfirullahaladzim, UPACARA...”
Vina, beserta Mama Papa dan adiknya, duduk melingkari sebuah meja makan berbentuk bundar, mereka menyantap sarapan pagi, sebelum melakukan aktivitasnya masing-masing.


“Pa, tau gak, hari ini Vina ada Upacara Bendera terakhir loh, minggu depan kita-kita kelas 12 sih udah pada pensiun...”

“Hmm, baguslah nak, biar nanti lebih fokus ke Ujian Nasional saja...”

“Kalau gitu, Vina berangkat dulu ya Ma, Pa... Vina harus datang pagi-pagi nih...”

“Eh, tunggu sayang, itu handphone nya ketinggalan...” ujar Mama.

“Oh iya, makasih Mam, Assalamualaikum...”


Angkot kesayangan yang dinanti Vina akhirnya tiba, setelah duduk dengan nyaman ia melihat jam di handphone nya, terdapat 3 pesan singkat. Ia membaca nya satu persatu.

Bsok jgn ada yg ksiangan, kalo ksiangan konsekuensi nya gak bisa ikut UN hehe
From : Fajar at 20.03 pm

Vina, jangan lupa besok bawa LKS fisika yah...
From : Nisa at 21.51

Innalillahi wa innailahi rojiun, telah berpulang ke rahmatullah teman seperjuangan kita Aliya Putri pada pukul 01.34 pagi, dikarenakan sakit (muntah darah). Bagi yang mau ikut menguburkan jenazah berkumpul di parkiran sekolah, ada toleransi dari pihak sekolah bagi kita teman sekelasnya untuk tidak mengkuti upacara terakhir.
From : Fajar at 02.01 am


Vina tersesak, tak percaya apa yang baru saja ia ketahui, ia menelpon Fajar untuk memastikannya. Dan tangis pecah, tak peduli orang-orang melihatnya, Aliya memang telah meninggal. Vina tak kuasa menahan airmata, ia ingin segera tiba di sekolah. Bagaimanapun juga ia masih tidak percaya secepat ini Allah memanggil Aliya, ia membuka ulang sms kemarin sore dari Aliya.

Haluu, tmen2, bsok adalah upacara terakhir buat kita, jangan lupa bawa tissue yang banyak yah, kita pasti pada banjir deh...
From : Aliya at 16.13 pm

Tidak disangka, ini merupakan sebuah isyarat.







Hari ini upacara bendera terakhir untuk angkatan 2010, yang menjadi petugas upacara nya adalah wakil dari kelas 12. Haru biru menderu satu, bumi terus berputar pada porosnya, menghantarkan siswa siswi pada fase yang akan menjadi kisah klasik di masa depan. Setiap adegan dinikmati, setiap alunan diresapi, tersadar bahwa betapa berharga setiap detik ini. Ada ‘harga’ di setiap skenario yang telah dituliskan-Nya untuk dilalui, bahwa yang terpenting adalah bukan sekadar ‘tujuan akhir’ tetapi Dia memberikan ‘harga’ pada ‘scene-scene’ yang dilalui.

Satu buah barisan kosong tak terisi yang seharusnya diisi oleh kelas 12 IPA 3, mereka memilih pergi ke pemakaman, mengantarkan sahabatnya Aliya ke tempat peristirahatan terakhirnya.

Sungguh diluar nalar manusia, manusia ‘buta’ akan apa yang terjadi di masa depan.



“Neng bangun, Neng jangan tidur terus, ayo kita sekolah diantar Umi sampai pangkalan ojek, Neng ayo sekolah, besok Ujian, Neng bangun... Neng kan mau kuliah di Paris? Ayo Neng Umi antarkan... bangun Neng...”

Ibu dari Aliya terus menerus berkata seperti itu, sambil memeluk Aliya yang telah dibalut kain kafan, airmatanya nyaris kering.






Di satu sisi upacara tetap berjalan.

“Anak-anaku sekalian, Ujian yang sesungguhnya adalah Ujian Kematian, yang setiap saat selalu membayangi, kita ‘buta’ akan hari terakhir kita di dunia ini, sudahkah kita menyiapkan amal terbaik kita untuk menghadap-Nya?
Anak-anakku sekalian, kepergian Aliya, menyadarkan kita betapa Ujian Kematian yang tidak kita ketahui pasti waktu, hari, tanggal, bulan, dan tahunnya adalah sesuatu yang pasti akan dirasakan oleh tiap-tiap hamba-Nya yang bernyawa...”


Upacara Terakhir berubah menjadi Upacara Airmata, dan menjadi sebenar-benarnya terakhir bagi episode kehidupan Aliya di dunia fana ini...







#kisah singkat ini sempat dikirimkan ke redaksi lomba menulis cerpen serba serbi ujian nasional, namun sayang seribu kali sayang, email nya tak sampai. entah mengapa hikz...

namun, sudah ada yang menilai bahwa tulisan ini kurang greget, yah saya ambil hikmahnya saja, semoga esok lebih baik.... Amiin

Komentar