Sepucuk surat dari Alina...

Sepucuk surat dari Alina...

oleh Annisa Ukhtyasty pada 22 April 2010 jam 14:19
"Ana kangen sekali sama anti..."

Dhea...
Ana sudah tidak se-cengeng dahulu, saat kita 3 tahun duduk sebangku di SMP

Dhea...
Ana rasa kita sudah dewasa, minimal begitu kata murobbiah ana, beliau berkata bahwa ana sudah mampu memilah serta memilih yang baik dan benar untuk berjalan dalam Dien-NYA.

Dhea...
Anti ingat? Ketika wajah wajah polos kita di masa SMP dahulu? Mahkota kita dibiarkan tergerai, diterpa angin kesana kemari. Saat itu kita belum mengenal hijab, belum mau menyentuhnya, meski sering kita temui ayat-ayat Allah yang mengharuskan perempuan menutup auratnya... namun saat itu, yang ada dalam benak kita hanyalah bagaimana mengukir prestasi dan meraih mimpi agar ayahmu, ayahku, ayah kita bangga mendengarnya. Kita terlena dalam gelimang jawara. Dan meski sebenarnya kita bersaing, namun ana tak mampu marah, jika ternyata anti mengalahkan ana, malah ana turut senang dan bangga. Lain halnya jika orang lain yang mengalahkan ana, ana pasti menangis karena takut ayah marah. Lucu ya dhe?

Dhea...
Ana kecewa ketika anti tidak memilih sekolah menengah atas yang sama dengan ana, tatkala kita lulus dari sekolah menengah pertama kala itu.
Lalu dengan siapa nanti ana duduk sebangku?
Lalu dengan siapa nanti ana belajar bersama?
Pertanyaan itu muncul, satu pertanda bahwa ana tidak ingin kita berpisah. Namun anti hanya tersenyum mendengar ana berkata-kata, seolah tak ada beban, seolah tak punya salah. Ana teramat kecewa melihat anti bersikap seperti itu. Sehingga Ana mendesak anti agar mau memberi sebuah alasan.

Dhea...
Anti hanya berkata
"Suatu saat nanti kita pasti berpisah"

Dhea...
Ana tak mengerti. Sampai akhirnya anti tetap pada pendirian, dan ana pun memilih sekolah menengah yang dikehendaki ayah.

Dhea...
Ternyata ana mulai memahami, seiring detak detik mengiringi lalu lalangnya hari-hari.
Ana belajar banyak hal, ana mengenal beragam karakter makhluk Allah, betapa mereka, sahabat sahabat ana menyayangi ana, dan ana pun menyayangi mereka. Anti mengenalkan dunia luar pada ana, yang selama ini ana hampir buta, karena merasa hanya anti yang mampu mengerti ana. Kita memiliki banyak teman, melebihi bumi dan seisinya, maka tak pantas ana berdusta akan nikmat ini...

Dhea...
Hiruk pikuk dunia membuat kita jarang bertemu.
Lalu kala itu kita meluangkan waktu untuk bertemu, ana terkesima, paras anti lebih cantik dari biasanya, subhanallah anti sudah mengenakan jilbab. Haru biru, sekaligus rasa malu menderu dalam benak ana... Sedang saat itu, wajah polos ana belum terbalut jilbab...

Dhea...
Tak banyak yang berubah, anti lebih dewasa, lebih anggun, lebih bijaksana, lebih pucat seperti biasanya... Ah...dhea, masih sering sakitkah anti?
Sudahlah, lalu kitu mulai bercerita banyak hal, dari kisah yang menggelitik hingga kepenatan-kepenatan hati yang membelenggu... Hari itu berlalu begitu cepat.

Dhea...
Ana ingin seperti anti, ana ingin memakai hijab seperti anti...
Anti hanya tersenyum seraya berkata...

"Pakailah hijab semata-mata karena Allah, dan jika telah melekat di dirimu, jangan pernah alin lepas lagi, hingga malaikat izroil datang menjemput, sampai bertemu di surga alina..."

Dhea...
Sepucuk surat untuk Dhea,
dengan ribuan kisah menggelitik yang tak mampu ana kisahkan satu persatu...

Dhea...
sepucuk surat untuk Dhea...
dengan setitik airmata



Dari Alina, dengan dilemanya yang membelenggu...
Untuk Dhea, yang entah berada dimana.

20 Shafar 1431 H

Komentar

  1. Sungguh sepucuk surat yang menyirat makna terdalam arti seorang muslimah

    BalasHapus
  2. alina sedih mulu yh -.-

    BalasHapus

Posting Komentar